Hiruk pikuk pencalonan para wakil rakyat sudah mulai marak, para
kontestan pun mulai melebarkan sayapnya untuk mencari simpati rakyat yang lebih
jauhnya mendapatkan dukungan. Mengatas namakan demi kesejahteraan rakyat
para calon pemimpinpun mulai tumbuh subuh seperti jamur dimusim hujan. Berbagai
gaya dan model pemimpin di tampilkan seolah-olah mereka bisa mengatasi
berbagai masalah yang sedang terjadi. Inikah yang dinamakan demokrasi
semua orang boleh beraksi. Terlepas dari semua itu bahwa memang pemimpin
mempunyai peranan yang sangat besar untuk kesejahteraan rakyatnya begitu juga
kesengsaraan rakyatnya. Diibaratkan dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan. Namun tidaklah mudah untuk menjadi pemimpin yang mampu
mendedikasikan diri untuk kepentingan rakyat perlu adanya kesiapan yang prima,
bekal ilmu, pengalaman yang memadai dan yang tidak kalah pentinggnya
adalah niat untuk menjadi pemimpin. Hal ini karena menyangkut tanggung jawab
seorang pemimpin yang sangat besar sekali.
Kalau kita sedikit membuka
lembaran-lembaran sejarah pada zaman sahabat Nabi, bahwa ketika sahabat
diberikan kepemimpinan maka yang dikatakannya adalah musibah, yang menunjukan
bahwa sahabat memaknai kepemimpinan sebagai amanah yang harus dilaksanakan
dengan sebaik mungkin, yang mana amanah tersebut akan dimintai
pertanggungjawaban baik di dunia maupun di akhirat. Sehingga kecenderungan
untuk menyelewengkan kewenangan dapat dihindari.
Komparasikan dengan kondisi
saat ini dimana orang-orang berebut dengan berbagai macam cara untuk menduduki
posisi sebagai pemimpin, yang seolah-olah kursi kepemimpinan itu sudah dimaknai
sebagai ladang bisnis transaksipun menjadi hal biasa. Sehingga nilai dasar dari
suatu jabatan atau kepemimpinan sudah tidak berarti. Jadi secara tidak langsung
memutar balikan paradigma yang dulunya pemimpin sebagai pelayan sekarang
sebagai yang dilayani.
Melihat dari gejala seperti
ini nampaknya perlu diperhatikan beberapa poin di antaranya:
Pertama, harus ibda
binafsi bahwa kepemimpinan
yang baik dimulai dari pribadi-pribadi yang baik yang nantinya bisa membawa
keluarga, masyarakat, dan lebih luasnya negara.
Kedua, dalam kondisi seperti sekarang dimana sangat sulit untuk
membedakan mana pemimpin yang baik dan tidak, karena salah satunya
penngaruh media yang sangat gencar menapilkan berbagai model pemimpin, maka
perlu kehati-hatian yang eksta untuk memilihnya (ekstra sekektif). Jangan mudah
terpengaruh dengan bujukan dan janji-janji yang manis, tetapi pahamilah secara
realistis dan rasional.
Ketiga, perlu adanya dukungan yang sifatnya kontruktif artinya dukungan
yang memberikan saran atau kritik demi kebaikan bersama, bukan yang destruktif
yang memberikan partisifasi tetapi dengan tujuan melemahkan atau menghancurkan.
Keempat, mungkin ini yang sering terlupakan bahwa kita harus bersama-sama
saling mendoakan antara pemimpin dan rakyat. Karena pemimpin yang baik adalah
yang mendoakan rakyatnya begitu juga rakyat mendoakan mepimpinnya, bukan yang
saling melaknat.
Inilah sedikit ungkapan
penulis memahami kondisi sekarang.
0 komentar:
Posting Komentar